Detail Berita

Hukum & Politik

Sunat Perempuan Masih Terjadi di Jember, Aktivis Desak Pemerintah Bertindak

Pewarta : Eko

24 November 2025

23:01

Aktivis membahas Bahayanya Sunat perempuan Jember pada Senin 24 November 2025 (Foto : Istimewa)

JEMBER, enewsindo.co.id - Praktik sunat perempuan ternyata masih ditemukan di sejumlah kecamatan di Kabupaten Jember, meskipun secara medis dan peraturan perundang-undangan tindakan tersebut dilarang.

Temuan ini diungkapkan oleh aktivis perempuan dalam acara “Advokasi Penguatan Komitmen Pemkab Jember dan Tokoh Agama dalam Penghentian Praktik Sunat Perempuan (P2SP)” yang digelar di Aula Kantor Bappeda Jember, Senin (24/11/2025).

Kegiatan yang didukung Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Puan Amal Hayati Jakarta, Tanoker Ledokombo Jember, serta UNFPA itu dihadiri pejabat Bappeda, Dinsos P3AKP, penyuluh agama Kemenag Jember, dan sejumlah aktivis perempuan serta perlindungan anak.

Nurul, perwakilan Fatayat NU Jember, memaparkan bahwa pihaknya telah menyebarkan kuesioner di berbagai kecamatan. Hasilnya, sejumlah responden mengaku masih melihat praktik sunat perempuan dilakukan oleh dukun bayi maupun oknum bidan. 

Lokasi temuan itu antara lain di Kecamatan Kaliwates, kecamatan Mayang, kecamatan Silo, kecamatan Ambulu, Kecamatan Sukowono, dan beberapa wilayah lainnya.

Menurut Nurul, praktik tersebut dilakukan dalam berbagai bentuk, mulai dari memotong sebagian klitoris, mengetik bagian vagina menggunakan uang koin, hingga mengolesi area genital dengan kunyit. 

“Semua bentuk tindakan itu berbahaya dan bertentangan dengan aspek kesehatan serta hak asasi perempuan,” ujarnya.

Farida dari Rahima, yang juga penyuluh agama, menguatkan temuan tersebut. Ia mengaku memiliki bukti lapangan setelah turun langsung dan mendapat pengakuan dari warga yang pernah menyaksikan praktik sunat perempuan di Kecamatan Kaliwates.

Hal serupa diungkapkan Mega, aktivis perempuan dan anak, yang melakukan penelitian dan penyebaran kuesioner di wilayah Panti dan Sukorambi. “Ternyata praktik itu juga masih ada,” katanya.

Kesaksian personal juga disampaikan Cicik F., founder Tanoker Ledokombo. Ia mengungkapkan bahwa dirinya disunat ketika masih kecil atas dasar keyakinan agama yang dipegang keluarganya. 

Bahkan, seorang penyuluh agama perempuan yang hadir dalam forum tersebut juga mengatakan pernah mengalami hal serupa.

Dalam kegiatan yang turut dihadiri Eka dari Bappeda Jember, Dr. Oktin, serta Alvi sebagai moderator itu, para peserta sepakat bahwa praktik sunat perempuan harus dihentikan. 

"Selain tidak memiliki dasar medis, tindakan tersebut melanggar hukum dan merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia," tegasnya.

Para aktivis pun mendorong pemerintah daerah serta lembaga terkait untuk memperkuat edukasi, meningkatkan pengawasan, dan mengambil langkah nyata dalam menghentikan praktik yang berbahaya bagi perempuan tersebut.

Tags : #Sunat perempuan #Kabupaten Jember #Fatayat NU Jember #Aktivis Perempuan

Ikuti Kami :

Komentar