Detail Berita

Hukum & Politik

PGRI Jember di Tengah Sengketa, Advokat Jember Ingatkan Bahaya Pungli dan Potensi Pidana

Pewarta : Tamara

07 November 2025

13:18

Imam Haironi, salah satu Tim Hukum PGRI kubu H. Teguh Sumarno pada 7 November 2025 (Foto : Tamara)

JEMBER, enewsindo.co.id - Ketegangan di tubuh Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Jember belum mereda. Di tengah proses sengketa organisasi yang masih berjalan, muncul dugaan adanya praktik pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh pihak tertentu dengan mengatasnamakan organisasi.

Imam Haironi, S.H., M.H., I.C.Med, salah satu Tim Hukum PGRI kubu H. Teguh Sumarno, menilai situasi ini sangat berisiko menimbulkan persoalan hukum baru. Menurutnya, di tengah status hukum organisasi yang belum jelas, setiap bentuk pungutan yang tidak memiliki dasar hukum bisa dikategorikan sebagai tindakan melawan hukum.

“Apapun motifnya, selama tidak memiliki dasar hukum, maka itu masuk kategori pungli. Jika dilakukan dengan paksaan, bisa berpotensi pidana penjara,” ujar Imam Haironi, Jumat (7/11/2025).

Sebagai anggota Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi), Imam menilai bahwa Kabupaten Jember kini menjadi wilayah yang rawan terjadi pelanggaran hukum dalam konteks organisasi profesi guru ini. Ia menyebut, ada sejumlah laporan yang diterima pihaknya mengenai dugaan pungutan yang dilakukan secara terbuka dan tanpa transparansi.

Menurutnya, meski ada pihak yang beranggapan pungutan tersebut berlandaskan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi, namun dasar hukum itu tidak dapat digunakan selama status badan hukum PGRI masih disengketakan.

“Tidak boleh ada pungutan apa pun yang mengatasnamakan organisasi sebelum ada putusan Eintracht atau berkekuatan hukum tetap. Karena hingga kini, badan hukum PGRI masih dalam proses sengketa,” jelasnya.

Imam mengingatkan, apabila hasil pungutan itu tidak dilaporkan secara transparan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada anggota, maka akan menjadi persoalan serius setelah putusan pengadilan keluar. Ia menyebut, tim hukum PGRI saat ini tengah mengumpulkan bukti-bukti terkait dugaan praktik pungli tersebut.

Lebih jauh, Imam mengaitkan persoalan ini dengan sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Menurutnya, praktik semacam itu bisa menjerat pelakunya dengan ancaman hukuman yang tidak ringan.

“Pasal 423 KUHP jelas menyebut, pegawai negeri yang menggunakan kekuasaan untuk memaksa orang lain melakukan pembayaran dapat dipenjara maksimal enam tahun." terangnya.

Pasal 415 KUHP lanjut Imam juga mengancam hukuman tujuh tahun bagi pegawai negeri yang menggelapkan uang. Sementara Pasal 418 KUHP menegaskan, pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji bisa dipidana enam bulan penjara dan denda.

Peringatan Imam ini tidak sekadar pernyataan hukum, melainkan juga ajakan moral bagi seluruh anggota PGRI untuk menahan diri dan tidak terprovokasi. Dalam pandangannya, menjaga integritas organisasi jauh lebih penting daripada memperjuangkan kepentingan jangka pendek di tengah konflik.

“Sekali lagi, hari ini PGRI masih dalam sengketa. Semua SK Kemenkumham atas nama Unifah masih kita gugat. Apapun hasilnya, kita hormati putusan pengadilan. Semua pihak harus menahan diri,” tegasnya.

Pernyataan Imam ini seolah menjadi pengingat keras bahwa di balik dinamika organisasi profesi guru, ada batas hukum yang tidak boleh dilanggar. Sengketa boleh terjadi, namun ketika kepentingan pribadi dan kekuasaan mengaburkan etika, maka konsekuensi hukumnya tidak bisa dihindari.


Tags : #PGRI Jember #Sengketa PGRI #Pungutan liar #Dugaan pungli PGRI #PGRI Jember Bermasalah

Ikuti Kami :

Komentar