Detail Berita
Saat "Negara" Menggugat Rakyatnya
Pewarta : Hakim
12 September 2025
21:22

Tergugat perkara Rest Area Cerung didampingi kuasa hukumnya Krisno Jatmiko di PN Banyuwangi foto diambil pada 12 September 2025 (Foto : Hakim)
"Persidangan Sengketa Rest Area Cerung Banyuwangi"
BANYUWANGI, Enewsindo.co.id -Banyuwangi kembali jadi sorotan, Rabu (10/9/2025) ketika ruang sidang Pengadilan Negeri Banyuwangi menggelar perkara nomor 34/Pdt.G/2025/PN Byw yang memasuki agenda mendengarkan saksi dari pihak penggugat.
Gugatan fantastis Rp30 miliar yang diajukan Bupati Banyuwangi terhadap warga pemilik sertifikat hak milik (SHM) di lahan Rest Area Cerung, Desa Tegalharjo, Kecamatan Glenmore, bukannya menguat, justru terguncang.
Majelis hakim menolak saksi penggugat. Alasannya sederhana namun tegas, saksi yang dihadirkan adalah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkab Banyuwangi, yang sebelumnya hadir dalam sidang mediasi dengan surat tugas resmi dari Bupati.
Kuasa hukum tergugat, Krisno Jatmiko, S.H., M.H, menilai keberadaan saksi tersebut cacat sejak awal. “Bagaimana mungkin seorang ASN yang datang dengan surat tugas dari penggugat bisa dianggap saksi independen? Itu bukan saksi murni, melainkan kepanjangan tangan Bupati sendiri,” tegasnya.
Hakim mengamini keberatan itu. Penolakan ini disambut sebagai kemenangan awal bagi pihak tergugat, sekaligus tamparan bagi penggugat yang dinilai gegabah.
Di balik formalitas hukum, sidang ini menyisakan pertanyaan besar, mengapa pemerintah daerah menggugat warganya sendiri dengan angka fantastis Rp30 miliar ?
“Negara mestinya jadi benteng rakyat. Tapi hari ini, kita saksikan rakyat kecil digugat oleh pemerintahnya sendiri. Lebih ironis lagi, ongkos perkara ini bersumber dari pajak rakyat. Jadi rakyat dipaksa membiayai negara untuk menggugat rakyat. Apakah ini bukan parodi hukum?” ujar Krisno.
Ucapannya langsung bergaung di luar ruang sidang. Warga yang mengikuti perkara menilai kasus ini sebagai potret ketimpangan relasi kuasa, rakyat kecil berhadapan dengan institusi negara yang justru seharusnya melindungi mereka.
Gugatan Rp30 miliar bukan sekadar angka. Bagi warga desa, nilai itu setara dengan masa depan mereka yang dipertaruhkan. Bagi Pemkab, angka itu disebut sebagai konsekuensi dari kerugian akibat pembangunan rest area yang terganjal klaim kepemilikan lahan.
Namun, di mata publik, gugatan ini tampak berlebihan. Alih-alih menjadi solusi, perkara justru memunculkan luka sosial baru, rakyat merasa diperlakukan sebagai lawan, bukan bagian dari rumah besar yang disebut negara.
Meski menghadapi kekuasaan, warga menegaskan tidak akan mundur. “Pada prinsipnya kami taat hukum. Sidang ini akan kami ikuti sampai titik akhir. Gugatan Rp30 miliar tetap akan kami lawan habis-habisan,” kata Krisno menegaskan.
Diketahui, sidang selanjutnya akan mendengarkan saksi dari pihak tergugat. Publik kini menanti, apakah pengadilan akan menjadi ruang keadilan, atau sekadar panggung tempat negara menguji seberapa jauh rakyat kecil bisa ditindas.
Komentar
Berita Terbaru

Proyek Strategis Irigasi Paseban Ditinjau Gubernur Jatim, Camat Kencong Tak Hadir
13 September 2025
20:17

Patroli Skala Besar Digelar di Madiun untuk Jaga Kondusivitas
13 September 2025
14:21

Awal September, Polres Blitar Bongkar 10 Kasus Narkoba dan Miras, 13 Tersangka Ditangkap
13 September 2025
11:30

Patroli Skala Besar Digelar di Madiun untuk Jaga Kondusivitas
13 September 2025
09:08

Saat "Negara" Menggugat Rakyatnya
12 September 2025
21:22
Berita Terpopuler