Detail Berita

Hukum & Politik

Izin Reklame di Jalan Nasional Jember, Dugaan Pungli Mengintai Sejak 2020

Pewarta : Yudi

11 September 2025

13:52

ABD Kadar ketua LSM Misi Persada di konfirmasi Enewsindo pada 11 September 2025 (Foto : Yudi)

JEMBER, Enewsindo.co.id - Keluhan pengusaha reklame di Jember terkait rumitnya perizinan reklame di jalan nasional, menguak persoalan lebih dalam, ternyata, di balik birokrasi yang berbelit, muncul dugaan adanya praktik pungutan liar (pungli) yang sudah berlangsung sejak 2020 lalu.

Dugaan praktik pungli ini terjadi di lingkungan Satker/PPK 1.4 Provinsi Jawa Timur Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN), yang berkantor di Desa Tisnogambar, Kecamatan Bangsalsari, Kabupaten Jember.

Peristiwa pengurusan perizinan reklame di jalan nasional Kabupaten yang rumit, itu bukan sekali dua kali terjadi. Sejak 2020, Aries dan puluhan pengusaha reklame di Jember merasakan hal yang sama, izin reklame insidental yang seharusnya sederhana, justru menjadi momok. Berlarut-larut dan tak jelas.

Mengurus izin reklame di jalan nasional memang tak sesederhana menancapkan spanduk. Ada sederet prosedur, berkas administrasi, gambar desain, titik lokasi, hingga rekomendasi teknis dari Satker/PPK Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Jawa Timur.

Peraturan pusat jelas, batas waktu maksimal 18 hari kerja setelah berkas dinyatakan lengkap. Namun, faktanya berbeda. Banyak izin molor tanpa alasan.

“Kadang diminta revisi, kadang katanya ada aturan baru. Tapi saat dicek, tidak ada regulasi tambahan,” ungkap Aries. Ia pun mengaku heran mengapa yang seharusnya sederhana malah menjadi berliku.

Dugaan praktik pungli muncul dari pola yang berulang, Izin ditahan lama, hal ini diduga dijadikan celah oleh oknum pegawai honorer di Satker/PPK Bangsalsari untuk meminta setoran. 

Jumlahnya bervariasi, dari Rp300 ribu hingga Rp1 juta, tergantung jumlah titik reklame. Reklame insidental seperti banner event dan spanduk promosi UMKM paling rentan, karena waktunya pendek dan marginnya kecil.

Informasi yang dihimpun media ini, mengarah pada dugaan bahwa pungutan itu bukan berhenti di oknum honorer saja. Ada indikasi uang dikumpulkan, lalu disetorkan ke level di atasnya.

“Birokrasi yang diperlambat itu seperti panggung depan. Di baliknya, ada panggung belakang tempat permainan berlangsung,” kata Abd Kadar, Ketua LSM Misi Persada, Kamis (11/9/2025).

Menurut Kadar, pola semacam ini sulit diungkap karena sering dianggap “biaya lumrah.”Kalau bicara langsung, biasanya mereka beralasan untuk biaya operasional. Padahal, itu pungli,” tegasnya.

Untuk menguji dugaan ini, media ini, mencoba meminta konfirmasi kepada Satiya Wardhana, PPK 1.4 BBPJN di Bangsalsari. Namun jawabannya jauh dari substansi. Ia hanya menegaskan bahwa kewenangan ada di BBPJN Jatim–Bali di Sidoarjo. Saat ditanya apakah ada langkah internal terhadap dugaan pungli anak buahnya, Satiya bungkam.

Sebelumnya, ia sempat membantah tudingan mempersulit izin, dengan alasan lokasi pemasangan tidak sesuai aturan, seperti di jembatan atau tikungan tajam. Namun bantahan itu tak menjawab soal pungutan tambahan yang dikeluhkan pengusaha.

Bagi para pelaku usaha reklame, izin yang berbelit dan praktik pungli berarti pukulan ganda. Pertama, secara ekonomi, klien bisa membatalkan kontrak karena izin tak kunjung turun. Kedua, secara psikologis, ada rasa ketidakadilan karena negara yang seharusnya melayani justru menjadi penghambat.

“Jangan sampai kami ditekan dua kali. Ekonomi lagi sulit, pajak naik, ditambah birokrasi dipersulit. Rasanya benar-benar menyesakkan,” kata Aries.

Kasus ini tak berhenti pada keluhan pengusaha. LSM Misi Persada menegaskan akan menyeret dugaan pungli ke ranah hukum jika BBPJN tak bergerak. Karena, telah mengantongi bukti, berupa tangkapan layar transfer dari sejumlah pengusaha reklame. 

Nominalnya beragam, dengan catatan keterangan samar. Ia menyebut bukti transfer dan kesaksian sudah cukup untuk membuka pintu penyelidikan. “Kalau tidak ditindak, publik akan kehilangan kepercayaan pada komitmen Presiden Prabowo soal bersih-bersih birokrasi,” ujar Kadar.

Hingga kini, bola panas ada di tangan BBPJN Jatim-Bali dan Kementerian PUPR. Masyarakat menunggu, apakah kasus ini akan dibuka hingga ke akar, atau justru dibiarkan menjadi cerita klise tentang birokrasi yang busuk ?


Tags : #BBPJN Jawa Timur

Ikuti Kami :

Komentar