Detail Opini

Ekonomi & Bisnis

CFD Jalan A. Yani Banyuwangi: Langgar Aturan, Abaikan Tata Ruang, Relokasi UMKM BCM Jadi Tumbal

Pewarta : Redaksi

18 Juli 2025

19:51

Foto Eny Setyawati, SH., Lawyer dan Aktivis Tata Ruang

Oleh: Eny Setyawati, SH

Lawyer dan Aktivis Pengamat Tata Ruang

BANYUWANGI, enewsindo.co.id - Kebijakan Pemerintah Daerah Banyuwangi yang menjadikan Jalan Ahmad Yani (depan Kantor Bupati) sebagai lokasi baru Car Free Day (CFD) menimbulkan kritik tajam dan kegelisahan publik. Jalan tersebut bukan hanya koridor protokol vital di jantung pemerintahan, tetapi juga secara hukum tidak layak ditetapkan sebagai kawasan CFD berdasarkan berbagai peraturan yang ada.

Ironisnya, keputusan ini turut menggiring relokasi paksa para pelaku UMKM dari komunitas Banyuwangi Creative Market (BCM) dari Taman Blambangan ke kawasan yang justru secara regulatif cacat prosedur dan rawan pelanggaran hukum.

Pelanggaran Regulatif di Balik CFD:

1. Perda No. 7 Tahun 2012 tentang RTRW Banyuwangi 2012–2032

Pasal 24 ayat (1) menetapkan Jalan A. Yani sebagai bagian dari struktur pelayanan utama kota.

Penggunaan jalur tersebut sebagai lokasi CFD tanpa revisi RTRW atau kajian ANDALALIN adalah bentuk pengabaian terhadap rencana tata ruang.

2. Perbup No. 15 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Daerah P4GN

Menyebut kawasan kantor pemerintahan harus menjadi zona tertib dan edukatif, bukan arena keramaian berkala yang berpotensi mengganggu akses publik.

3. Permenhub No. 75 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Kendaraan Bermotor

CFD idealnya dilaksanakan di jalan lokal atau kolektor sekunder, bukan jalan protokol seperti A. Yani yang merupakan jalan kolektor primer.

4. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas

Pasal 127: Penutupan jalan umum hanya sah jika mendesak, sementara CFD bersifat berkala dan perlu persetujuan lalu lintas (kepolisian) serta kajian dampak lalu lintas (ANDALALIN).

Pemerintah daerah seolah mengesampingkan perlindungan terhadap UMKM dalam kebijakan ini. Relokasi BCM ke lokasi yang tak layak secara infrastruktur maupun hukum menimbulkan pertanyaan besar:

Apakah relokasi ini hasil partisipasi publik?

Di mana keadilan tata ruang bagi pelaku usaha kecil?

Mengapa pelaku UMKM dikorbankan atas nama "revitalisasi"?

CFD bukan sekadar jargon sehat tanpa kendaraan. Ia harus memenuhi regulasi, studi kelayakan, dan menjamin keberlanjutan sosial-ekonomi warga kota, bukan menjadi alat legitimasi sepihak.

Jika pemerintah daerah tetap bersikukuh menyelenggarakan CFD di kawasan Jalan A. Yani, maka itu berarti membenarkan praktek mal-administrasi tata ruang dan menutup mata atas pelanggaran aturan yang disusun oleh lembaga mereka sendiri.

Hukum tata ruang dan peraturan lalu lintas tidak boleh diakali demi agenda populis jangka pendek. Demi kota yang berwibawa, akuntabel, dan adil bagi semua, setiap kebijakan publik harus berpijak pada hukum, bukan pada kehendak sepihak.

Tags : #banyuwangi #cfd #bcm #langgar aturan #relokasi

Ikuti Kami :

Komentar