Detail Opini

Pendidikan & Teknologi

Kopsis, Siswa Tak Sejahtera, Guru dan Kepala Sekolah/Madrasah yang Berjaya ?!

Pewarta : Redaktur

04 Juli 2025

10:55

Ilustrasi Kopsis

Oleh: Abah Juru Selamet

Di ruang kelas, anak-anak diajari kejujuran, transparansi, dan tanggung jawab. Tapi ironisnya, di halaman sekolah, justru berdiri koperasi siswa yang menjadi simbol ketidakadilan dan manipulasi sistemik.

Koperasi siswa, yang seharusnya menjadi ruang belajar wirausaha, kini berubah menjadi alat transaksi paksa untuk menjual seragam dan atribut sekolah/madrasah dengan harga yang tak bisa ditawar, tanpa transparansi, dan tanpa hasil apa-apa untuk siswa.

Strukturnya mencantumkan nama-nama siswa sebagai “pengurus”, tapi pengambilan keputusan sepenuhnya dipegang oleh guru atau kepala sekolah/madrasah. RAT ? Hanya ada di kertas. SHU ? Tak pernah terdengar. Badan hukum ? Ah, jangan berharap lebih.

Kenyataannya, koperasi siswa itu tidak ubahnya toko milik oknum, tetapi atas nama siswa. Keuntungan 2 persen yang seharusnya jadi modal pembelajaran dan kesejahteraan anggota, justru diduga dinikmati segelintir guru dan kepala sekolah/madrasah. Siswa cuma dipaksa membeli. Tidak pernah tahu aliran dana, tidak pernah tahu hak mereka sebagai “anggota”.

Jadi jangan heran kalau tiap tahun ajaran baru, yang sibuk bukan koperasi, tapi oknum guru-guru yang ikut membagi “kue” dari penjualan seragam paket koperasi. Di beberapa sekolah dan madrasah, praktik ini bahkan seperti jadi ritual tahunan berjamaah. Dan jangan tanya soal regulasi, karena koperasi semacam itu banyak yang tak terdaftar dan tak berbadan hukum.

Pertanyaannya: apakah ini mendidik ? Apakah memaksakan pembelian seragam lewat koperasi bodong adalah bentuk pendidikan karakter ? Atau justru pembelajaran manipulatif sejak dini ?

Kalau mau jujur, praktik ini adalah penyesatan sistematis yang berlangsung bertahun-tahun tanpa perlawanan. Orang tua murid diam karena takut. Siswa bungkam karena tak punya suara. Dan sekolah berlindung di balik papan nama “koperasi siswa”.

Padahal, ini jelas bisa masuk kategori:

- Penggelapan (Pasal 372 KUHP),

- Penyalahgunaan jabatan (Pasal 374 KUHP),

- bahkan pelanggaran Undang-Undang Perkoperasian dan Perlindungan Konsumen.

Sayangnya, banyak dinas tutup mata. Banyak kepala sekolah/madrasah merasa ini “tradisi”, padahal sejatinya adalah pemalakan terselubung yang dibungkus sistem edukasi.

Maka sudah saatnya publik bersuara. Pemerintah harus berani audit koperasi siswa dari hulu ke hilir. Kembalikan koperasi siswa pada fungsinya, bukan ladang bisnis para dewasa serakah, melainkan tempat belajar jujur dan adil bagi anak-anak bangsa.

Kalau tidak bisa mendidik, setidaknya jangan merampas hak mereka...!

Pemerhati Pendidikan Kritis Banyuwangi

Tags : #Kopsis Bodong #Kopsis Alat Pungli #Kopsis Eksploitasi Siswa

Ikuti Kami :

Komentar