Detail Berita
Balong Keramat di Desa Kemuningsari Lor, Warisan Religi dan Sejarah
Pewarta : Evelyn
17 Oktober 2025
15:53

Kepala Desa Kemuningsari Lor - Panti, Abdul Wakik di Balong Keramat pada 17 Oktober 2025 (Foto : Evelyn)
JEMBER, enewsindo.co.id - Di tengah hamparan sawah dan perbukitan yang sejuk di Desa Kemuningsari Lor, Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, berdiri sebuah tempat yang dikenal masyarakat dengan sebutan "Balong Keramat."
Setiap bulan Suro, ribuan warga datang untuk mengikuti Haul Karomah, sebuah tradisi religi yang telah berjalan lebih dari 10 tahun. Di balik tradisi itu, tersimpan kisah seorang tokoh yang disegani karena keilmuannya bernama Abu Bakar atau H. Muhammad Nur.
Konon, Ia adalah sosok pengembara dari Jawa Barat yang menyebarkan nilai spiritual dan kebajikan di tanah desa Kemuningsari Lor. Menurut cerita turun temurun, Abu Bakar datang ke wilayah Jember sekitar tahun 1800–1850-an.
Ia dikenal sebagai seorang pengembara yang hidup sederhana, berkeliling dari satu tempat ke tempat lain sambil berdagang barang-barang kecil seperti sisir dan perlengkapan rumah tangga.
Perjalanan panjang itu akhirnya membawanya ke sebuah desa yang kini dikenal sebagai Kemuningsari Lor. Di sanalah awal kisah besar seorang pengembara yang bernama Abu Bakar ini dimulai.
Di desa itu, Ia bertemu dengan Kepala Desa Muhammad Hasan Muhji. Kala itu, sang kepala desa tengah menghadapi masalah besar. Putri angkatnya kerap diganggu oleh pimpinan perkebunan Belanda yang dikenal sebagai “Menir”.
Melihat kegelisahan tersebut, Abu Bakar mencoba menolong. setelah mendengar keluhan dari Kepala Desa tersebut, Ia mengatakan akan berjualan di perkebunan tempat "Menir" bertugas.
Sesampainya di perkebunan, Ia berjualan seperti pedagang lainnya. Situasi perkebunan ramai karena karyawan hari itu semua menerima gaji. Di tengah keramaian tersebut, Ia menunjukkan keajaiban yang hingga kini masih menjadi cerita turun-temurun.
Sang pengembara ini, menusuk batu-batu sebesar genggaman tangan dengan tujukan sate dengan enak seperti menusuk daging sate. Peristiwa itu sampai ke telinga Menir dan membuat sang Menir ketakutan dan tidak lagi berani mengganggu putri kepala desa.
Setelah kejadian itu, Abu Bakar balik ke rumah kepala desa dan bilang bahwa Menir itu tidak akan menggangu lagi. Karena tugas selesai, Ia berpamitan untuk melanjutkan pengembaraannya, sebelum akhirnya kembali beberapa tahun kemudian.
Sekembalinya ke Kemuningsari Lor, Abu Bakar disambut dengan hangat oleh Kepala Desa, sebagai bentuk penghargaan, sang kepala desa menikahkan Abu Bakar dengan anak angkatnya perempuan yang dulu pernah diganggu oleh Menir.
Tidak hanya itu, Abu Bakar juga dipercaya menjabat sebagai Sekretaris Desa atau Sekdes pada tahun 1862 hingga 1868. Dalam masa pengabdiannya, ia dikenal sebagai sosok yang bijak, jujur, dan menyejukkan masyarakat.
Namun setelah enam tahun mengabdi, Abu Bakar memilih untuk menyepi. Ia meninggalkan jabatan duniawi dan mengabdikan diri sepenuhnya untuk beribadah dan bertafakur di sebuah tempat sunyi di wilayah desa setempat. Tempat itulah yang dikenal sebagai "Balong".
Lahirnya Balong Keramat
Di Balong inilah, Abu Bakar sering berdiam diri, bertapa, dan melakukan Riyadhoh, dari kesungguhannya dalam mendekatkan diri kepada Tuhan, masyarakat kemudian meyakini bahwa beliau mencapai derajat wali dan dikenal dengan nama baru yakni Haji Muhammad Nur.
Nama “Balong” sendiri berasal dari bahasa Madura, yang berarti “Belombang” atau “sumber air”. Di lokasi tersebut terdapat batu besar tempat beliau bertapa, yang kini dikenal dengan sebutan Balung Keramat.
Setiap tanggal 26 bulan Suro, masyarakat Kemuningsari Lor menggelar Haul Karomah, bukan untuk memperingati wafatnya Haji Muhammad Nur, melainkan untuk mengenang hari ketika beliau menerima ilham.
Tradisi ini telah bertahan selama lebih dari 108 tahun, menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas spiritual desa. Dulu, banyak warga meyakini bahwa air dari sumber Balung Keramat memiliki kekuatan penyembuhan dan bisa membawa ketenangan batin.
Seiring waktu, pemerintah desa menata kawasan tersebut dengan membangun kolam dan fasilitas sederhana bagi para peziarah. Meski demikian, batu-batu besar peninggalan asli tetap dipertahankan sebagai simbol sejarah dan saksi spiritual kehidupan Haji Muhammad Nur.
Kepala Desa Kemuningsari Lor, Abdul Waqik, menegaskan bahwa kehadiran Balung Keramat harus dilihat sebagai warisan sejarah dan budaya, bukan sekadar tempat meminta berkah.
“Kita harus melestarikan nilai-nilai yang diajarkan Haji Muhammad Nur tentang ketulusan dan ibadah. Tapi jangan sampai berlebihan dalam keyakinan, agar tidak terjerumus pada kemusyrikan,” ujarnya.
Kini, Balung Keramat bukan hanya menjadi simbol spiritual warga Kemuningsari Lor, tetapi juga ikon wisata religi yang memperkaya khazanah budaya Kabupaten Jember. Di sanalah jejak seorang pengembara dari Jawa Barat terus hidup dalam doa, cerita, dan keyakinan masyarakat yang mencintainya.
Komentar
Berita Terbaru

Bupati Fawait Serap Aspirasi Petani, Tegaskan Komitmen pada Sektor Pertanian
18 Oktober 2025
15:39

50 Jamaah Umrah PT Masindo Tour Bondowoso Diberangkatkan ke Tanah Suci
17 Oktober 2025
21:21

Balong Keramat di Desa Kemuningsari Lor, Warisan Religi dan Sejarah
17 Oktober 2025
15:53

Santri Kangean Bangkit, IKSASS Deklarasikan Tolak Eksplorasi Migas
17 Oktober 2025
14:48

Perhutani Bondowoso Dorong Produktivitas Getah Pinus Lewat Touring dan Patroli Lapangan
17 Oktober 2025
13:43
Berita Terpopuler