Detail Berita

Hukum & Politik

Konflik Tanah di Labuan Bajo: Pelajaran Penting untuk Penegakan Hukum dan Investasi Berkelanjutan

Pewarta : Jon Kadis, SH

16 Desember 2024

10:27

Gambar

Labuan Bajo: Destinasi Super Premium Tercoreng oleh Konflik Tanah

Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), dikenal sebagai destinasi wisata super premium yang menjadi kebanggaan nasional dan internasional. Namun, citra ini tercemar akibat konflik tanah yang melibatkan pengusaha besar, Santosa Kadiman, Direktur Utama PT Bumi Indah International dan pemilik proyek pembangunan Hotel St. Regis. Kasus ini memperlihatkan wajah buram dunia investasi di Indonesia, khususnya dalam pengelolaan tanah dan penegakan hukum.

Sengketa Tanah Keranga: Manipulasi dan Pelanggaran Hukum

Konflik bermula dari pembelian tanah oleh Santosa Kadiman dari pihak yang tidak memiliki hak legal atas lahan tersebut. Berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Manggarai Barat, sertifikat yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat terkait tanah tersebut dinyatakan tidak sah. Peralihan hak tanah diduga melibatkan sindikat mafia tanah dan sejumlah oknum BPN, sehingga melanggar hukum dan etika bisnis.

Tanah seluas 11 hektar di Keranga, Labuan Bajo, yang seharusnya menjadi warisan keluarga almarhum Ibrahim Hanta, seorang tokoh masyarakat lokal, justru dialihkan secara ilegal. Ibrahim Hanta dikenal sebagai pendiri Masjid Agung Waemata dan figur toleransi antaragama. Kehilangan tanah leluhur ini tidak hanya menciptakan konflik hukum tetapi juga merusak nilai budaya dan kepercayaan masyarakat setempat.

Hotel St. Regis: Simbol Pelanggaran Hukum

Pembangunan Hotel St. Regis menjadi sorotan utama dalam sengketa ini. Proyek tersebut berjalan tanpa sertifikat hak milik (SHM) dan izin yang lengkap, mencerminkan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap investasi besar. Dugaan keterlibatan jaringan kekuasaan dalam mendukung proyek ilegal ini semakin memperburuk kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum.

Peran Aliansi Relawan dan Dukungan terhadap Petani Lokal

Aliansi Relawan Prabowo-Gibran (ARPG) turun tangan mendampingi ahli waris Ibrahim Hanta dalam memperjuangkan hak mereka. Koordinator Nasional ARPG, Syafrudin Budiman, menyatakan bahwa pihaknya telah melaporkan kasus ini kepada Presiden Prabowo Subianto. Langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa pemerintah pusat mengetahui dampak buruk konflik tanah ini terhadap masyarakat dan reputasi Labuan Bajo.

Muhamad Rudini, cucu Ibrahim Hanta, bersama Mikael Mensen, mewakili perjuangan masyarakat lokal yang mempertahankan tanah leluhur mereka. Tanah tersebut bukan hanya sumber penghidupan tetapi juga simbol identitas budaya dan keberlanjutan hidup mereka.

Dampak Konflik terhadap Iklim Investasi

Keberadaan pengusaha yang mengabaikan aturan hukum seperti Santosa Kadiman menimbulkan dampak serius terhadap iklim investasi di Labuan Bajo. Destinasi wisata yang seharusnya menjadi kebanggaan dunia kini dicap sebagai kota sengketa. Hal ini tidak hanya merusak kepercayaan masyarakat lokal tetapi juga menakuti calon investor yang berniat berkontribusi secara etis.

Labuan Bajo: Simbol Warisan dan Tanggung Jawab Bersama

Kasus ini menjadi pengingat pentingnya menjaga integritas dan penegakan hukum dalam mengelola destinasi wisata berkelas dunia. Pemerintah, masyarakat, dan semua pemangku kepentingan harus bersatu untuk melindungi tanah leluhur, memberdayakan masyarakat lokal, dan memastikan investasi berjalan dengan prinsip keadilan dan keberlanjutan.

Labuan Bajo adalah warisan berharga untuk generasi mendatang. Jangan biarkan segelintir pihak merusaknya demi keuntungan pribadi. Penegakan hukum yang tegas dan transparansi dalam pengelolaan tanah harus menjadi prioritas agar Labuan Bajo tetap menjadi kebanggaan Indonesia di mata dunia.

Penulis:

Jon Kadis, SH

(Alumnus Fakultas Hukum Universitas Udayana, penasihat hukum keluarga ahli waris almarhum Ibrahim Hanta)

Tags :

Ikuti Kami :

Komentar