by

DPP IMM Desak Pemerintah Dan Kepolisian Untuk Tindak Tegas Mafia Minyak Goreng

Ket: Baikuni Alshafa, Ketua Bidang Hikmah, Politik dan Kebijakan Publik DPP IMM

ENEWSINDO, Jakarta – Empat bulan terakhir, masyarakat dibuat resah dengan mahalnya harga dan ketersediaan minyak goreng di pasaran. Buntutnya, beberapa produk yang diproduksi menggunakan minyak goreng pun ikut naik. Kelangkaan ini pun juga mengakibatkan satu orang meninggal saat mengantre membeli minyak goreng di Kalimantan Timur.

Pemerintah sempat mengeluarkan kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) pada 16 Maret. Namun peraturan tersebut dicabut kembali pada 17 Maret dan diatur dalam Permendag Nomor 11 tahun 2022 serta telah diundangkan.

Peraturan Menteri tersebut ditujukan untuk menekan harga minyak goreng yang tinggi.

Nyatanya, melalui kebijakan HET, kerberadaan minyak goreng semakin langka. Uniknya, pasca kebijakan HET dicabut, minyak goreng mudah ditemui. Walaupun dengan harga yang tinggi.

Dilansir dari Vice.com Indonesia, Kementerian Perdagangan juga sempat menentukan harga pasar untuk kemasan curah pada harga Rp11.500, sedangkan kemasan sederhana Rp13.500 dan kemasan premium dengan harga Rp14.000. Hal ini diberlakukan sejak awal tahun 2022.

Pasca dicabutnya kebijakan HET, pemerintah memberlakukan kebijakan yang dipandang lebih efektif. Dikutip dari Kompas.com, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), menyampaikan jika harga minyak goreng di pasaran sedang dalam proses penstabilan. Adapun kebijakan yang diterapkan ialah domestic mandatory obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO).

Melalui kebijakan tersebut, pemerintah berupaya untuk menurunkan ketergantungan Indonesia pada Crude Palm Oil (CPO) internasional.

Harga CPO global cenderung tinggi dan naik. Parahnya, harga CPO global yang tinggi, mendorong banyak produsen untuk mengekspor daripada mengolahnya di dalam negeri.

Mirisnya, Indonesia ialah pengekspor kelapa sawit terbesar di dunia. Dikutip dari katadata.co.id, Kementerian Pertanian (Kementan), nilai ekspor sawit Indonesia mencapai angka US$17,36 miliar pada tahun 2020.

Dengan kata lain, Indonesia menyumbang sebesar 53,46% dari total nilai ekspor kelapa sawit dunia yang nilainya mencapai US$32,48 miliar. Namun, angka tersebut tidak berarti bagi masyarakat saat merasakan kelangkaan dan harga tinggi minyak goreng.

Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (DPP IMM) melalui Bidang Hikmah, Politik dan Kebijakan Publik mendorong pemerintah untuk segera menyelesaikan drama kelangkaan dan tingginya harga minyak di pasaran.

“Minyak ini adalah kebutuhan pokok. Jangan sampai sulit dicari dan dibeli oleh rakyat,” tutur Baikuni Alshafa, Ketua Bidang Hikmah, Politik dan Kebijakan Publik DPP IMM.

Menurut Alsha, kebutuhan pokok adalah pokok. Tidak dapat ditunda keberadaannya.

Selain itu, keadaan rakyat yang masih berada dalam situasi pandemi Covid-19 juga menjadi hal yang semestinya diperhatikan pemerintah.

“Segalanya masih sulit. Bahkan ekonomi masih perlahan-lahan bangun dari keterpurukan. Kementerian Perdagangan mestinya lebih cepat tanggap mengatasi permasalahan ini. Jangan sampai Mendag terkesan kalah dengan mafia rente komoditas minyak. Jika masalah ini berlarut-larut, yang dirugikan tentu saja rakyat dengan ekonomi menengah ke bawah yang seharusnya kebutuhan pokoknya dijamin oleh negara,” kata Alsha.

Empat bulan terakhir adalah waktu yang lama untuk menerima keadaan sulitnya mencari minyak goreng di daerah-daerah. Bagi Alsha, keadaan saat ini bukan saat yang tepat untuk menggelar panggung politik dan mencari perhatian publik.

“Jika ingin benar-benar membantu dan bertanggung jawab pada rakyat, selesaikan melalui kebijakan. Jika benar ada penimbun atau mafia, berangus!” tegasnya.

DPP IMM juga mendorong Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) atau melalui Satuan Tugas (Satgas) Pangan yang ada saat ini, untuk menindak tegas mafia-mafia minyak atau pihak-pihak yang memonopoli kelangkaan minyak goreng.

“Polri melalui satgas pangan yang ada, kita dorong untuk memberangus mafia atau rente komuditas minyak goreng hingga ke akar-akarnya,” tutur Alsha.

Indonesia ini, lanjutnya, pengekspor hasil kelapa sawit terbesar, namun di negeri sendiri terjadi kelangkaan. “Maka, jika benar ada mafia yang memonopoli, sekali lagi harus diberangus!” tegasnya.

Alsha berharap pemerintah lebih cepat tanggap menangani permasalahan melejitkan harga minyak goreng mengingat beberapa waktu ke depan telah masuk bulan Ramadan.

“Indonesia ini punya berhektar-hektar kebun sawit. Tetapi mengalami kelangkaan minyak goreng. Ini ironi yang menyayat hati. Utamanya rakyat-rakyat kecil yang tanah dan haknya dirampas untuk perluasan kebun-kebun sawit di banyak daerah,” tandasnya.(Za)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *