by

Tim Penasihat Hukum Andri Cahyadi Cs Nilai Jerat Pidana terhadap Kliennya Salah Alamat

BANJARBARU, Enewsindo.co.id- Dugaan penipuan dan penggelapan yang dialamatkan pada Andri Cahyadi Cs, dinilai salah alamat. Tim penasihat hukum menyebut, perkara yang membelit klien mereka itu bukanlah kasus pidana, melainkan perkara perdata. Tim penasihat hukum pun meminta agar majelis hakim melepaskan segala tuntutan terhadap keempat kliennya tersebut.
Perkara ini ramai diberitakan sejumlah media setelah Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banjarbaru, Kalimantan Selatan, menggelar sidang perdana terhadap empat terdakwa, Rabu (20/9/2023) lalu. Mereka didakwa melakukan penipuan dan penggelapan berkedok investasi batubara di Kabupaten Banjar, senilai Rp 71 miliar.
Empat terdakwa itu masing-masing adalah Direktur PT Eksploitasi Energi Indonesia Tbk Andri Cahyadi, Direktur Multi Guna Laksana Hendri Setiadi, pemegang saham PT Eksploitasi Energi Indonesia Kusno Hardjianto, serta Didi Agus Hartanto.
“Bahwa kasus yang sedang dihadapi oleh Klien kami sama sekali tidak ada kaitannya dengan tindak pidana investasi bodong sebagaimana yang selama ini diberitakan di berbagai media,” jelas Deri Novandono, tim penasihat hukum Andri Cahyadi Cs, dalam pers rilis yang diterima enewsindo.co.id, Sabtu 30 September 2023.

Tim penasihat hukum dari Kantor Equitable Law Firm menjelaskan, sejak awal sebelum proses persidangan ini berlangsung, berbagai macam paradigma negatif telah dialamatkan kepada klien mereka. Tuduhannya sebagai pelaku tindak pidana investasi bodong dan berbagai tuduhan lain yang berimplikasi terhadap hancurnya harkat, martabat dan kredibilitas kliennya.
“Sehubungan dengan munculnya berbagai pemberitaan yang menyesatkan di berbagai media, maka kami selaku Tim Penasihat Hukum merasa perlu meluruskan berbagai pemberitaan negatif dan menyesatkan yang sudah terlanjur berkembang di masyarakat. Dan sekaligus mengklarifikasi beberapa hal,” paparnya.
Menurut tim penasihat hukum, kasus yang sedang dihadapi oleh klien mereka sama sekali tidak ada kaitannya dengan tindak pidana investasi bodong, sebagaimana yang selama ini diberitakan di berbagai media.
Dijelaskan, awal mula kasus ini berawal dari adanya hubungan keperdataan antara dua perusahaan. PT Energi Guna Laksana (PT EGL) dan PT Berkah Anugerah Rizky Abadi Cool (PT BARACOOL), dalam bentuk perjanjian hutang piutang yang ditandatangani pada 14 Juni 2013.
Dalam perjanjian hutang piutang tersebut disepakati PT BARACOOL akan memberikan pinjaman kepada PT EGL sebesar 7,200,000 USD. Namun dalam pelaksanaannya, pemberian pinjaman tersebut tidak pernah terealisasi karena PT BARACOOL tidak memiliki uang sebesar 7,200,000 USD, sehingga pemberian pinjaman tidak pernah terjadi.
“Dalam hal ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya bukti transfer yang dilakukan oleh PT BARACOOL kepada PT EGL,” sebutnya.
Terkait penyerahan uang sebesar Rp 49,5 miliar oleh PT BARACOOL kepada PT Multi Guna Laksana (PT MGL), tim penasihat hukum menyebut, hal tersebut bukan dalam rangka pemberian pinjaman, sebagaimana dimaksud dalam perjanjian hutang piutang tanggal 14 Juni 2013 antara PT EGL dan PT BARACOOL, melainkan sebagai down payment fee yang diberikan oleh PT BARACOOL kepada PT MGL, atas diizinkannya PT BARACOOL melakukan penambangan di wilayah IUP salah satu perusahaan milik PT MGL.
“Sehubungan dengan permasalahan perjanjian hutang piutang tanggal 14 Juni 2013 tersebut, telah diajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Banjarmasin dan teregister dengan No. 58/Pdt.G/2019/PN.Bjm tanggal 17 Juli 2019,” ungkapnya.

Gugatan perdata perjanjian hutang piutang tanggal 14 Juni 2013 tersebut, tim penasihat hukum memaparkan, telah diputus di tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi atau tingkat banding, bahkan di tingkat Mahkamah Agung melalui Putusan Kasasi Nomor 3477 K/Pdt/2020 tanggal 21 Desember 2020. “Dan putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht,” jelasnya.
Oleh karena itu, berdasarkan uraian singkat tersebut, tim penasihat hukum menilai, peristiwa hukum yang terjadi adalah hubungan hukum keperdataan antar perusahaan. Namun, nyatanya peristiwa hukum ini ditarik dan dikonstruksikan sebagai suatu perbuatan pidana, yang secara nyata merugikan klien mereka. “Dan menjadikan klien kami sebagai korban kriminalisasi,” sebutnya.
Sementara itu, sehubungan dengan dakwaan penuntut umum yang dibacakan dalam persidangan tanggal 20 September 2023 di Pengadilan Negeri Banjarbaru, tim penasihat hukum menilai, dakwaan penuntut umum tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap, sehingga terhadap dakwaan penuntut umum haruslah dinyatakan batal demi hukum.
“Pada persidangan 27 September 2023, kami tim penasihat hukum telah menggunakan hak yang dimiliki oleh klien kami, yakni mengajukan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan penuntut umum,” bebernya.

Melalui nota keberatan itu, tim penasihat hukum menilai, Pengadilan Negeri Banjarbaru tidak berwenang mengadili perkara Nomor 267/Pid.B/2023/PN.Bjb. Selain itu, surat dakwaan penuntut umum juga tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap, sehingga harus dinyatakan batal demi hukum.
Selanjutnya, tim penasihat hukum kembali menegaskan, bahwa peristiwa hukum yang terjadi adalah hubungan hukum keperdataan antar perusahaan, bukan merupakan perbuatan pidana. Sehingga majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar melepaskan klien mereka dari segala tuntutan hukum (Ontslag Van Rechtsvervolging).
“Fiat justitia ruat caelum. Hendaklah keadilan ditegakkan sekalipun langit akan runtuh,” pungkasnya. (*)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *