ENEWSINDO.co.id,Jember-Perseteruan bisnis kampus negeri agama Islam di Jember, melawan mitra kerjanya akhirnya diputuskan pihak Pengadilan Negeri (PN) Jember. Kampus bernama UIN Kiai Achmad Siddiq (KHAS) Jember itu pun, harus membayar duit hingga tiga lapis.
Seperti yang dikutip di putusan perkara Nomor : 127/Pdt.G/2021/PN Jbr, UIN KHAS Jember harus membayar Rp 717.200.000 kepada penggugat : CV Line. Duit itu menjadi hak perusahaan penyedia Aksesoris Smart Classroom. Selain itu, UIN KHAS juga diwajibkan mengganti uang jaminan proyek ke CV Line, sejumlah Rp 61.950.000. Masih ada lagi yang perlu mereka bayar. Tentang biaya perkara persidangan di PN Jember.
Perkara ini sengaja digeret ke meja hijau, karena CV Line merasa “dikibulin”. Sebab mereka sudah memenangkan tender, seperti mana yang telah terpublis. Namun ketika barang sudah terbeli dan siap terpasang, pihak kampus malah menolaknya. Padahal, kontrak kerjasama sudah tertandatangani. Tentu, pihak pengusaha merasa dirugikan.
Semakin merasa ada keanehan. Mengarah ke titik “konspirasi”. Sebab setelah menolak barang yang terlanjur dibelanjakan pihak rekanan, rupanya pihak kampus kembali membuka ruang lelang baru dengan obyek yang sama.
Teka-teki kecurigaannya semakin meruncing. Sebab dilelang lanjutan, pihak kampus malah memenangkan perusahaan yang nilai tawarannya jauh lebih mahal dari CV Line. Nominalnya tak tanggung. Harga pihak CV Line Rp 717.200.000, dicoret dan pihak kampus malah memilih tawaran perusahan lain dengan harga Rp 1.168.740.000. Sehingga ada selisih Rp 451.540.000.
Publik patut mencurigai. Kenapa pihak kampus lebih condong ke perusahaan tertentu, yang secara faktanya, nilai tawarannya jauh di atas pemenang lelang pertama. Padahal, memiliki spesifikasi barang yang sama.
Sehingga bisa disimpulkan, bahwa dalam proses pengadaan barang tersebut, patut diduga ada kesengajaan “merongrong” duit negara, dengan memilih tawaran harga rekanan yang jauh melambung tinggi dan rela mengeliminasi tawaran di bawahnya.
Pihak kampus seharusnya paham diri. Bahwa lelang proyek pengadaan, harus mengedepankan efisiensi anggaran. Bukan kemudian menghamburkannya, dengan memenangkan pihak tertentu yang faktanya, menawar dengan harga yang jauh lebih mahal.
Kemudian tidak heran. Jika pihak pengacara penggugat, menafsirkan kecurigaannya ada dugaan “permainan gelap” yang diselancarkan panitia lelang. Dugaan tersebut cukup realistis. Meski kemudian, mereka tetap mengandalkan aparat penegak hukum reaktif, menindaklanjuti fakta tersebut dengan melakukan penyelidikan. Sebab jika kondisi yang demikian dibiarkan, bisa-bisa duit negara yang bakal jadi tumbalnya. (Redaksi)